Asal muasal tradisi yang hingga kini masih dilakoni warga
Tegalrandu itu konon dulunya dalam Ranu Klakah terdapat seekor ular
besar piaraan Dewi Rengganis. Warga sekitar mengenalnya sebagai ular Selanceng,
ular yang berbahaya dan kerap mencelakai warga. Hingga suatu ketika datanglah
Syeikh Maulana Ishak bersama teman karibnya Kyai Atmari dari Prajekan, untuk
syiar agama Islam di tanah Jawa.
Keduanya sempat singgah di Ranu Klakah dan mengetahui ihwal
ular Selanceng. Syeikh Maulana Ishak mencoba menanam pohon asoka di pinggir Ranu Klakah dan memberi makan
ular dengan kue dari tepung dibentuk mirip boneka. Sejak itu ular Selanceng tak
pernah lagi mencelakai warga.
Nah, dalam tradisi larung sesaji kegiatan dilaksanakan dengan
mengawinkan pelestarian lingkungan, seni budaya setempat, dan selamatan desa.
Puncaknya dilakukan dengan larung sesaji ke tengah Ranu Klakah berupa tumpeng,
jajanan, hingga bunga setaman. Semua diatur dalam rakit berukuran 2×3 meter
yang dihias dengan kertas samak dan aneka dedaunan.
Artikel ini telah tayang di Surya.co.id dengan judul Larung Maulid Hijau Ranu Klakah, https://surabaya.tribunnews.com/2015/01/03/larung-maulid-hijau-ranu-klakah.
0 Komentar